Victor Emil Frankl dilahirkan pada
tanggal 26 Maret 1905 di Wina Austria dari keluarga Yahudi yang sangat kuat
memegang tradisi, nilai-nilai dan kepercayaan Yudaisme. Hal ini berpengaruh
kuat atas diri Frankl yang ditunjukkan oleh minat yang besar pada persoalan
spiritual, khususnya persoalan mengenai makna hidup. Di tengah suasana yang
religius itulah Frankl menjalani sebagian besar hidupnya.
Dalam bagian pertama buku “Man’s
Seach for Meaning” (Frankl, 1963), mengisahkan penderitaan Frankl selama
menjadi tawanan Yahudi di Auschwitz dan beberapa kamp konsentrasi Nazi lainnya.
Kehidupannya selama tiga tahun di kamp konsentrasi adalah kehidupan yang
mengerikan secara kejam. Setiap hari, ia menyaksikan tindakan-tindakan kejam,
penyiksaan, penembakan, pembunuhan masal di kamar gas atau eksekusi dengan
aliran listrik. Pada saat yang sama, ia juga melihat peristiwa-peristiwa yang
sangat mengharukan; berkorban untuk rekan,kesabaran yang luar biasa, dan daya
hidup yang perkasa. Di samping para tahanan yang berputus asa yang mengeluh,
“mengapa semua ini terjadi pada kita? “, mengapa aku harus menanggung derita
ini?”, ada juga para tahanan yang berpikir “apa yang harus kulakukan dalam
keadaan seperti ini?”. Yang pertama umumnya berakhir dengan kematian, dan yang
kedua banyak yang lolos dari lubang jarum kematian. Frankl memiliki wawasan mengenai manusia
yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainya berhubungan :
1. Kebebasan berkehendak (Freedom of
Will) : Manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan.
Kebebasan disini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang
bertanggungjawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from)
kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih kepada
kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-kondisi
tersebut.
2. Kehendak Hidup Bermakna (The Will to
Meaning) : Motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna. Ini berbeda
dengan psikoanalisa yang memandang manusia adalah pencari kesenangan atau juga
pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan. Menurut
logoterapi bahwa kesenangan adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan
kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna itu. Mengenal makna itu
sendiri menurut Frankl bersifat menarik (to pull) dan menawari (to offer)
bukannya mendorong (to push). Karena sifatnya menarik itu maka individu
termotivasi untuk memenuhinya agar ia menjadi individu yang bermakna dengan
berbagai kegiatan yang sarat dengan makna.
3. Makna Hidup (The Meaning Of Life) :
Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta
memberikan nilai khusus bagi seseorang. Untuk tujuan praktis makna hidup
dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda antara manusia
satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu,
yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup
seseorang pada suatu saat tertentu. Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi
untuk menyelesaikan tugas khusus.
Tujuan Terapi :
Bertujuan memanfaatkan daya-daya tersebut untuk
bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai
kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang
lebih bermakna.
Peran terapis :
Terapis harus mampu mengalami secara subjektif
persepsi tentang dunianya. Dia juga harus aktif dalam proses terapeutik untuk
memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa dan
kecemasan-kecemasan. Terapis terlibat dalam pembukaan pintu diri sendiri
maksudnya adalah terapis mampu melepaskan pemikiran, masalah yang membuat
pasien merasa tidak bebas secara psikologis. Dengan begitu, pasien akan lebih
sadar tentang siapa dirinya dan apa yang harus dia lakukan di masa depannya
Teknik – Teknik Terapi Logo terapi Frankl :
1. intensi paradoksal, yang mampu
menyelesaikan lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti sipatori dan
hiper-intensi. Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang
ditakuti
2. De-refleksi. Frankl percaya bahwa
sebagian besar persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terlalu terfokus
pada diri sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan
mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan
sendirinya.
Ada 4 tahapan dalam Logo Terapi, yaitu :
1. Tahap perkenalan dan
pembinaan,rapport. Pada tahap inidiawali dengan menciptakan suasana nyaman
untuk konsultasi dengan pembina rapport yang makin lama makin membuka peluang
untuk sebuah encounter. Inti sebuah encounter adalah penghargaan kepada sesama
manusia, ketulusan hati, dan pelayanan. Percakapan dalam tahap ini tak jarang
memberikan efek terapi bagi konseli.
2. Tahap pengungkapan dan penjajagan
masalah. Pada tahap ini konselor mulai membuka dialog mengenai masalah yang
dihadapi konseli. Berbeda dengan konseling lain yang cenderung membeiarkan
konseli “sepuasnya” mengungkapkan masalahnya, dalam logoterapi konseli sejak
awal diarahkan untuk menghadapi masalah itu sebagai kenyataan.
3. Pada tahap pembahasan bersama, konselor
dan konseli bersama-sama membahas dan menyamakan persepsi atas masalah yang
dihadapi. Tujuannya untuk menemukan arti hidup sekalipun dalam penderitaan.
4. Tahap evaluasi dan penyimpulan
mencoba memberi interpretasi atas informasi yang diperoleh sebagai bahan untuk
tahap selanjutnya, yaitu perubahan sikap dan perilaku konseli. Pada tahap-tahap
ini tercakupmodifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup, penemuan dan
pemenuhan makna, dan pengurangan symptom
Daftar Pustaka :
Bastaman, H. D. (2007). Logoterapi-Psikologi untuk
menemukan makna hidup dan meraih hidup bermakna. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Corey, G. (1995). Teori dan Praktek
dari Konseling dan Psikoterapi. “Cetakan Pertama terjemahan Mulyarto”. Semarang
: IKIP Semarang Press
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental
3. Yogyakarta : Kanisius.
0 komentar:
Posting Komentar